Jumat, 02 Oktober 2015

Analisis Kartel SMS antar operator _ TUGAS HUKUM DAN REGULASI

Kartel adalah suatu kerja sama dari produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan dan harga dan untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaan dan telah menetapkan putusan terhadap perkara No. 26/KPPU-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran terhadap  Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999). Dugaan pelanggaran tersebut adalah penetapan harga SMS off-net (short message service antar operator) yang dilakukan oleh para operator penyelenggara jasa telekomunikasi pada periode 2004 sampai dengan 1 April 2008
Perkara ini muncul setelah KPPU menerima laporan tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap UU No. 5/1999 berkaitan dengan penetapan harga SMS off-net.  Pelanggaran tersebut dilakukan oleh PT Excelkomindo Pratama, Tbk (Terlapor I), PT Telekomunikasi Selular (Terlapor II), PT Indosat, Tbk (Terlapor III), PT Telkom, Tbk (Terlapor IV), PT Huchison CP Telecommunication (Terlapor V), PT Bakrie Telecom (Terlapor VI), PT Mobile-8 Telecom (Terlapor VII), Tbk, PT Smart Telecom (Terlapor VIII), dan PT Natrindo Telepon Seluler (Terlapor IX).
Pemeriksaan Pendahuluan telah dilakukan pada tanggal 2 November 2007 – 13 Desember 2007, dilanjutkan Pemeriksaan Lanjutan sampai dengan 26 Maret 2008, dengan Ir. Dedie S. Martadisastra sebagai Ketua Tim Pemeriksa, Erwin Syahril, S.H., dan Dr. Sukarmi, S.H, MH masing-masing sebagai anggota Tim Pemeriksa. Melalui proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa KPPU, diperoleh fakta-fakta antara lain:
Pada periode 1994 – 2004 hanya terdapat tiga operator telekomunikasi seluler di Indonesia dan berlaku satu tarif SMS sebesar Rp 350,-. Namun demikian tidak ditemukan adanya kartel diantara operator pada saat itu karena tarif yang terbentuk terjadi karena struktur pasar yang oligopoli. Pada periode 2004 – 2007 industri telekomunikasi seluler ditandai dengan masuknya beberapa operator baru dan mewarnai situasi persaingan harga. Namun demikian harga SMS yang berlaku untuk layanan SMS off-net hanya berkisar pada Rp 250-350,-. Pada periode ini Tim Pemeriksa menemukan beberapa klausula penetapan harga SMS yang tidak boleh lebih rendah dari Rp 250,- dimasukkan ke dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) Interkoneksi antara operator sebagaimana tertera dalam Matrix Klausula Penetapan Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi.
Hal ini disebabkan Adanya perjanjian  atau kerjasama bersama antar pelaku usaha di bidang Telekomunikasi untuk menetapkan harga secara horizontal (Horizontal Price Fixing) yang dilakukan oleh  keenam operator yaitu Telkomsel, XL, Mobile -8 (Fren), Telkom, Bakrie Telecom (Esia), dan Smart  yang telah membuat perjanjian tertulis sehingga mengakibatkan terjadinya katrel SMS. yang mengakibatkan
  • Konsumen dirugikan sebesar Rp. 2,87 triliun
  • Pemerintah tidak mengatur penghitungan tarif SMS sehingga mereka melakukan self regulatory.
  • Telkomsel didenda Rp 25 miliar, XL Rp 25 miliar, Telkom Rp 18 miliar, Bakrie Rp 4 miliar dan Mobile8 Rp 5 miliar
Kesimpulan :
Harusnya
  • Perjanjian kartel SMS dalam bentuk penetapan harga SMS off net Shore antar operator patut dilarang karena perjanjian tersebut selain bertentangan dengan kepatutan dan merugikan kepentingan konsumen juga berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang telah mengakibatkan kerugian konsumen sebesar Rp 2,87 triliun.
  • Konsumen pengguna layanan SMS dapat menggunakan hak menggugat secara Class Action terhadap keenam operator seluler yang telah diputuskan bersalah oleh KPPU berupa Ganti Kerugian. Penggantian kerugian dapat berupa ganti rugi finansial atau berupa ganti rugi pengembalian pulsa.
  • Para operator yang telah dinyatakan bersalah hendaknya segera melaksanakan putusan KPPU dengan itikat baik demi terbentuknya persaingan usaha yang sehat.