Kartel adalah suatu
kerja sama dari produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk
mengawasi produksi, penjualan dan harga dan untuk melakukan monopoli terhadap
komoditas atau industri tertentu.
Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaan dan telah menetapkan putusan
terhadap perkara No. 26/KPPU-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran terhadap
Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999). Dugaan pelanggaran tersebut
adalah penetapan harga SMS off-net (short message service antar operator) yang
dilakukan oleh para operator penyelenggara jasa telekomunikasi pada periode
2004 sampai dengan 1 April 2008
Perkara ini muncul
setelah KPPU menerima laporan tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap UU No.
5/1999 berkaitan dengan penetapan harga SMS off-net. Pelanggaran tersebut
dilakukan oleh PT Excelkomindo Pratama, Tbk (Terlapor I), PT Telekomunikasi
Selular (Terlapor II), PT Indosat, Tbk (Terlapor III), PT Telkom, Tbk (Terlapor
IV), PT Huchison CP Telecommunication (Terlapor V), PT Bakrie Telecom (Terlapor
VI), PT Mobile-8 Telecom (Terlapor VII), Tbk, PT Smart Telecom (Terlapor VIII),
dan PT Natrindo Telepon Seluler (Terlapor IX).
Pemeriksaan
Pendahuluan telah dilakukan pada tanggal 2 November 2007 – 13 Desember 2007,
dilanjutkan Pemeriksaan Lanjutan sampai dengan 26 Maret 2008, dengan Ir. Dedie
S. Martadisastra sebagai Ketua Tim Pemeriksa, Erwin Syahril, S.H., dan Dr.
Sukarmi, S.H, MH masing-masing sebagai anggota Tim Pemeriksa. Melalui proses
pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa KPPU, diperoleh fakta-fakta
antara lain:
Pada periode 1994 – 2004 hanya terdapat tiga operator telekomunikasi seluler di Indonesia dan berlaku satu tarif SMS sebesar Rp 350,-. Namun demikian tidak ditemukan adanya kartel diantara operator pada saat itu karena tarif yang terbentuk terjadi karena struktur pasar yang oligopoli. Pada periode 2004 – 2007 industri telekomunikasi seluler ditandai dengan masuknya beberapa operator baru dan mewarnai situasi persaingan harga. Namun demikian harga SMS yang berlaku untuk layanan SMS off-net hanya berkisar pada Rp 250-350,-. Pada periode ini Tim Pemeriksa menemukan beberapa klausula penetapan harga SMS yang tidak boleh lebih rendah dari Rp 250,- dimasukkan ke dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) Interkoneksi antara operator sebagaimana tertera dalam Matrix Klausula Penetapan Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi.
Pada periode 1994 – 2004 hanya terdapat tiga operator telekomunikasi seluler di Indonesia dan berlaku satu tarif SMS sebesar Rp 350,-. Namun demikian tidak ditemukan adanya kartel diantara operator pada saat itu karena tarif yang terbentuk terjadi karena struktur pasar yang oligopoli. Pada periode 2004 – 2007 industri telekomunikasi seluler ditandai dengan masuknya beberapa operator baru dan mewarnai situasi persaingan harga. Namun demikian harga SMS yang berlaku untuk layanan SMS off-net hanya berkisar pada Rp 250-350,-. Pada periode ini Tim Pemeriksa menemukan beberapa klausula penetapan harga SMS yang tidak boleh lebih rendah dari Rp 250,- dimasukkan ke dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) Interkoneksi antara operator sebagaimana tertera dalam Matrix Klausula Penetapan Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi.
Hal ini
disebabkan Adanya perjanjian atau kerjasama bersama antar pelaku
usaha di bidang Telekomunikasi untuk menetapkan harga secara horizontal (Horizontal Price Fixing) yang dilakukan
oleh keenam operator yaitu Telkomsel, XL, Mobile -8 (Fren), Telkom,
Bakrie Telecom (Esia), dan Smart yang telah membuat perjanjian tertulis
sehingga mengakibatkan terjadinya katrel SMS. yang mengakibatkan
- Konsumen dirugikan sebesar Rp.
2,87 triliun
- Pemerintah tidak mengatur
penghitungan tarif SMS sehingga mereka melakukan self regulatory.
- Telkomsel didenda Rp 25 miliar,
XL Rp 25 miliar, Telkom Rp 18 miliar, Bakrie Rp 4 miliar dan Mobile8 Rp 5
miliar
Kesimpulan :
Harusnya
- Perjanjian kartel SMS dalam
bentuk penetapan harga SMS off net Shore antar operator patut dilarang
karena perjanjian tersebut selain bertentangan dengan kepatutan dan
merugikan kepentingan konsumen juga berpotensi menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat yang telah mengakibatkan kerugian konsumen sebesar Rp
2,87 triliun.
- Konsumen pengguna layanan SMS
dapat menggunakan hak menggugat secara Class Action terhadap keenam
operator seluler yang telah diputuskan bersalah oleh KPPU berupa Ganti
Kerugian. Penggantian kerugian dapat berupa ganti rugi finansial atau
berupa ganti rugi pengembalian pulsa.
- Para operator yang telah
dinyatakan bersalah hendaknya segera melaksanakan putusan KPPU dengan
itikat baik demi terbentuknya persaingan usaha yang sehat.